Setiap
orang yang mendalami Al-Qur'an dan mempelajari Sunnah tentu mengetahui
bahwa puncak tujuan dan sasaran yang dilakukan orang Muslim yang
diwujudkan pada dirinya dan di antara manusia ialah ibadah kepada Allah
semata.
Tidak
ada jalan untuk membebaskan ibadah ini dari setiap aib yang
mengotorinya kecuali dengan mengetahui benar-benar tauhidullah.
Da'i
yang menyadari hal ini tentu akan menghadapi kesulitan yang besar dalam
mengaplikasikannya. Tetapi toh kesulitan ini tidak membuatnya surut ke
belakang. Sebab setiap saat dakwahnya menyerupai perkataan Nabi
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:
"Artinya : Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian yang paling menyerupai (mereka) lalu yang paling menyerupainya lagi." [1]
Bagaimana
tidak, sedang dia selalu meniti jalan beliau, menyerupai sirah-nya dan
mengikuti jalannya? Al-Amtsalu tsumma al-amtsalu adalah orang-orang
shalih yang mengikuti jalan para nabi dalam berdakwah keapda Allah,
menyeru kepada tauhidullah seperti yang mereka lakukan, memurnikan
ibadah hanya kepada-Nya dan menyingkirkan syirik. Mereka mengahadapi
gangguan dan cobaan seperti yang dihadapi para panutannya, yaitu
nabi-nabi.
Oleh
karena itu banyak para da'i yang menjauhi jalan yang sulit dan penuh
rintangan ini. Sebab seoarang da'i yang meniti jalan itu akan menghadapi
ayah, ibu, saudara, rekan-rekan, orang-orang yang dicintainya, dan
bahkan dia harus menghadapi masyarakat yang merintangi, memusuhi dan
menyakitinya.
Lebih
baik mereka menyingkir ke sisi-sisi Islam yang sudah mapan, yang tidak
dimusuhi orang yang beriman kepada Allah. Di dalam sisi-sisi ini mereka
tidak akan menghadapi kesulitan, kekerasan, ejekan, dan gangguan,
khususnya di berbagai masyarakat Islam. Biasanya mayoritas umat justru
mau memandang da'i seperti ini, menyanjung dan memuliakannya dan tidak
mengejek atau pun mengganggunya, kecuali jika mereka menentang para
penguasa dan mengancam kedudukan mereka. Kalau seperti ini keadaannya,
tentu para penguasa ini akan menumpas mereka dengan kekerasan,
sebagaiman menumpas partai politik yang hendak mengincar kursi
kekuasaannya. Sebab, para penguasa dalam masalah ini tidak bisa diajak
kompromi, baik mereka itu kerabat atau pun rekan, baik orang Muslim
maupun orang kafir.
Bagaimanapun
juga kami merasa perlu mengatakan para da'i, bahwa meskipun mereka
tetap harus menyaringkan suaranya atas nama Islam, toh mereka tetap
harus mengasihi dirinya sendiri. Karena mereka keluar dari manhaj Allah
dan jalan-Nya yang lurus dan jelas, yang pernah dilalui para nabi dan
para pengikutnya dalam berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan agama
hanya bagi Allah semata. Apa pun usaha yang mereka lakukan untuk
kepentingan dakwah, toh mereka tetap harus memikirkan sarananya sebelum
tujuannya. Sebab berapa banyak sarana yang remeh justru membahayakan
tujuan yang hendak dicapai dan justru menjadi pertimbangan yang besar.
Bahkan
banyak da'i yang memaksakan cara yang mereka ciptakan sendiri dan tidak
mau mengikuti manhaj para nabi dalam berdakwah kepada tauhidullah di
bawah slogan-slogan yang serba gemerlap, tapi akhirnya hanya memperdayai
orang-orang bodoh, sehingga mereka menganggapnya sebagai manhaj para
nabi.
Karena
Islam mempunyai beberapa cabang dan pembagian, maka harus ada
penitikberatan pada masalah yang paling penting, lalu disusul dengan
yang penting lainnya. Pertama kali dakwah harus diprioritaskan pada
penataan akidah. Caranya menyuruh memurnikan ibadah bagi Allah semata
dan melarang menyekutukan sesuatu kepada-Nya. Kemudian perintah
mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan berbagai kewajiban
dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, seperti cara yang dilakukan
semua para nabi. Firman Allah.
"Artinya : Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja) dan juahilah thaghut'." [An-Nahl : 36]
"Artinya : Dan, Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Ilah selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." [Al-Anbiya' : 25]
Dalam
sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan cara yang diterapkan
beliau terkandung keteladanan yang baik serta manhaj yang paling
sempurna. Hingga beberapa tahun beliau hanya menyeru manusia kepada
tauhid dan mencegah mereka dari syirik, sebelum menyuruh mendirikan
sholat, melaksanakan zakat, puasa, haji, dan sebelum melarang mereka
melakukan riba, zina, pencurian dan membunuh jiwa tanpa alasan yang
benar.
Jadi dasar yang paling pokok adalah mewujudkan peribadatan bagi Allah semata, sebagaimana firman-Nya.
"Artinya : Dan, AKu tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku." [Adz-Dzariat : 56]
Hal
ini tidak bisa terjadi kecuali dengan mengenal tauhidullah, baik secara
ilmu maupun praktik, realitas sehari-hari maupun jihad.
Anda
bisa melihat berapa banyak para da'i Muslim dan jama'ah-jama'ah Islam
yang menghabiskan umurnya dan menghabiskan energinya untuk menegakkan
hukum Islam atau menuntut berdirinya negara Islam. Mereka tidak tahu
atau pura-pura tidak tahu, mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa
tegaknya hukum Islam tidak akan terwujud dengan cara seperti itu. Tujuan
itu tidak akan terealisir kecuali dengan suatu manhaj yang dilakukan
secara perlahan-perlahan, memerlukan waktu yang panjang, dilandaskan
kepada kaidah yang jelas, harus dimulai dari penanaman akidah dan
menghidupkan pendidikan Islam serta menekankan masalah akhlak. Jalan
yang perlahan-lahan dan panjang ini merupakan jalan yang paling dekat
dan paling cepat yang bisa ditempuh. Sebab untuk bisa mengaplikasikan
tatanan Islam dan hukum syariat Allah bukan merupakan tujuan yang bisa
dilakukan secara spontan dan tergesa-gesa. Karena hal ini tidak mungkin
diwujudkan kecuali dengan merombak masyarakat, atau adanya sekumpulan
orang yang berkedudukan dan berbobot di tengah kehidupan manusia secara
umum yang siap memberikan pemahaman akidah Islam yang benar, baru
kemudian melangkah kepada pembentukan tatanan Islam, meskipun harus
menghabiskan waktu yang lama[2]
Kesimpulannya,
menerapkan hukum-hukum syariat, menegakkan hudud, mendirikan
pemerintahan Islam, menjauhkan hal-hal yang diharamkan dan melaksanakan
hal-hal yang diwajibkan, semuanya merupakan penyempurna tauhid dan
penyertanya. Lalu bagaimana mungkin penyertanya mendapat prioritas
utama, sedangkan pangkalnya diabaikan?
Kami
melihat sepak terjang berbagai jama'ah yang menyalahi manhaj para rasul
dalam berdakwah kepada Allah ini terjadi karena ketidaktahuan mereka
terhadap manhaj ini. Padahal orang yang bodoh tidak pantas menjadi da'i.
Sebab syarat terpenting dalam aktivitas dakwah adalah ilmu, sebagaimana
yang difirmankan Allah tentang Nabi-Nya.
"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf : 108]
Jadi, keahlian seorang da'i yang paling penting adalah ilmu pengetahuan.
Kemudian
kami melihat jama'ah-jama'ah yang menisbatkan diri kepada dakwah ini
saling berbeda-beda. Setiap jama'ah menciptakan pola yang tidak sama
dengan jama'ah lain dan meniti jalannya sendiri. Ini merupakan akibat
dari tindakan yang menyalahi manhaj Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam. Karena manhaj beliau hanya satu, tidak terbagi-bagi dan tidak
saling berselisihan. Firman Allah.
"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku."
Orang-orang
yang mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berada di atas
jalan yang satu ini dan tidak saling berselisih. Tapi orang-orang yang
tidak mengikuti beliau tentu saling berselisih. Firman Allah.
"Artinya : Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." [Al-An'am : 153]
Jadi
tauhid merupakan titik tolak dakwah kepada Allah dan tujuannya. Tidak
ada gunanya dakwah kepada Allah kecuali dengan tauhid ini, meskipun ia
ditempeli dengan merk Islam dan dinisbatkan kepadanya. Sebab semua
rasul, terutama dakwah penutup mereka, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam dimulai dari tauhidullah dan sekaligus itu pula tujuan akhirnya.
Setiap rasul pasti mengatakan untuk pertama kalinya seperti yang
dijelaskan Allah.
"Artinya : Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah selain daripada-Nya." [Al-A'raaf :59 ][3]
Ini
merupakan tujuan hidup orang Muslim yang paling tinggi, yang untuk
itulah dia menghabiskan umurnya sambil mengusahakannya di tengah
kehidupan manusia dan menguatkannya di antara mereka.
Khaliq
yang telah menyediakan apa-apa yang menunjang kemaslahatan kehidupan
dunianya, Dia pula yang menetapkan syariat agama bagi mereka dan menjaga
kelangsungannya. Allah selalu menjaga Islam, karena Islam itulah tujuan
dari diciptakannya dunia bagi manusia, lalu mereka diberi kewajiban
untuk beribadah dan menguatkan tauhid, sebagaimana yang tercermin dalam
firman Allah Ta'ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar