Hawa
nafsu bermakna kecenderungan dan kecintaan. Ia tidak hanya digunakan
untuk menyatakan kecenderungan satu jiwa manusia untuk menyalahi
kebenaran akan tetapi ia juga digunakan untuk kecenderungan kepada
kebenaran. Ia dianggap menyalahi kebenaran ketika dikedepankan oleh si
pemiliknya atau ditempatkan melebihi kecintaannya kepada Allah dan
Rasul-Nya, menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan agamanya.
Ibnu Rajab mengatakan bahwa
seluruh kemasiatan bermula dari mendahulukan hawa nafsu daripada
kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT telah mensifati
orang-orang musyrik dengan mengikuti hawa nafsu di beberapa tempat
didalam al Qur’an, demikian pula perbuatan-perbuatan bid’ah.
Sesungguhynya hal itu muncul dari mendahulukan hawa nafsu daripada
syariat, karena itulah maka orang-orangnya disebut dengan Ahlul Ahwa.
Setiap hawa nafsu baik itu hawa
syubhat maupun hawa syahwat membahayakan keimanan seorang hamba dan
diwajibkan baginya untuk mencintai apa-apa yang dicintai Allah dan
Rasul-Nya serta membenci apa-apa yang dibenci Allah dan Rasul-Nya agar
hawa nafsunya mengikuti syariah, dan inilah yang dituntut dari keimanan
seorang hamba.
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ
ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya : “Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa [4] : 65)
Di antara bahaya mengikuti hawa nafsu terhadap keimanan seorang hamba Allah adalah :
Mengikuti
hawa nafsu dapat menghalangi si pelakunya dari berbuat adil didalam
hukum dan pergaulan serta akan mendorongnya kepada kezhaliman dan
permusuhan. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika
ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4] : 135)
Mengikuti hawa nafsu akan mendorong pelakunya melakukan perbuatan bid’ah didalam agamanya dan menjauhi sunnah.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
Artinya : “Dan Tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm
[53] : 3–4)
Mengikuti hawa nafsu menyebabkan terhalangnya si pelaku daripada hidayah dan taufiq.
“Dan kalau Kami menghendaki,
Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi
Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga).
demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami.
Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berfikir.”(QS. Al A’raf [7] : 176)
Mengikuti hawa nafsu akan
membawa si pelakunya menolak kebenaran dan sesat dari jalan Allah SWT
bahkan dapat menyesatkan orang lain darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar