A. Pengertian dan Hukum Nikah
Sebuah keluarga itu, terbentuk
dari perkawinan. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan
belum dapat disebut keluarga apabila belum diikat oleh perkawinan. Oleh
karena itu, perkawinan diperlukan untuk membetuk keluarga. Bagaimana
pengertian dan hukum perkawinan? Perhatikan dan pelajari uraian berikut.
1. Pengertian nikah
Kata nikah (نِكَاحُ) atau
pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia , sebagai
padanan kata perkawinan (زَوْج) yang artinya ialah berkumpul, bercampur,
menghimpun, atau mengumpulkan. Denagn kata lain Nikah berarti adanya
ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan pergaulan antara seseorang
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulaka hak dan
kewajiban antara keduanya, dan diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan
nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam.
Dalam pengertian yang luas,
pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara dua
orang laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah
tangga untuk mendapatkan keturunan yang dilaksanakan menurut ketentuan
syariat islam. Jadi karena Perkawinan merupakan suatu akad yang
mengandung beberapa hukum dan syarat rukun nikah, dan Keabsahan rukun
nikah dibutuhkan empat hal, yaitu;
a. Sigat Akad Nikah
b. Wali
c. Dua orang saksi
d. Mahar
2. Hukum Pernikahan
Pada dasarnya pernikahan itu diparintahkan atau dianjurkan oleh Syar’I Firman Allah SWT.
Artinya:Maka kawinilah
perempuan-perempuan yang kamu sukai , dua, tiga, atau empat,tetapi kalau
kamu kawatir tidak dapat berlaku adil (antara perempuan-perempuan itu)
,hendaklah satu saja….(Qs. An Nisa’:3)
Dan sabda Rasulluloh ;
عن
اَنهَسِ بْنِ مَالِكٍ رضى اللهُ عنهُ : انَّ النبى صم حَمِدَ اللهُ
وَاَنْثَى عليهِ وَقَالَ : لَكِنِّى اَنَا اُصَلِّى وَاَنَامُ وَاَصُوْمُ
وَاُ فْطِرُ وَاَتَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَتِى فَلَيْسَ
مِنِّى (رواه البخارى و مسليم)
Dari Anas bin Malik Ra.
Bahwasanya, Nabi Saw memuji Alloh dan mengagungkannya, beliau bersabda;
akan tetapi aku sholat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan menikahi
perempuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku maka bukanlah dia
dari golonganku (HR. Bukhori dan Muslim).Jumhur ulama menetapkan hukum
menikah menjadi lima.
a. Sunah
Mereka sepakat bahwa asal pernikahan adalah sunah. Firman Allah:
dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
Sabda Rasul;
يَا
مَعْشَرَالشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَائَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، ومَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. (رواه البخاري
والمسليم)
Hai pemuda apabila diantara
kamu, Kuasa untuk menikah maka nikahlah sebab nikah itu lebih kuasa
untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah
ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya. (HR. Bukhori dan
Muslim).
b. Mubah (boleh), bagi orang yang tidak mempunyai pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.
c. Wajib bagi seseorang yang
dilihat dari pertumbuhan jasmaniah sudah layak untuk menikah, kedewasaan
rohaniahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah serta untuk
menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh pada
perbuatan mesum (zina).
d. Makruh bagi seseorang yang
dipandang dari pertumbuhan jasmaniahnya sudah layak, kedewasaan
rohaniyahnya sudah matang, tetapi tidak mempunyai biaya untuk bekal
hidup bserta isteri kemudian anaknya. Untuk mengendalikan nafsunya
dianjurkan untuk menjalankan puasa.
e. Haram bagi seseorang yang manikahi wanita dengan tujuan ingin menyakiti, mempermainkan, dan memeras hartanya.
B. Akad, Syarat Dan Rukun Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a. Adanya suka sama suka dari
kedua calon mempelai. Kerelaan kedua calon mempelai. Maka tidak sah jika
salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah, sebagaimana hadits Abu
Hurairah: “Janda tidak boleh dinikahkan sehingga dia diminta
perintahnya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta ijinnya.”
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?”. Beliau
menjawab:. “Bila ia diam”. (HR. Bukhari dan Muslim). Kecuali jika
mempelai wanita masih kecil yang belum baligh maka walinya boleh
menikahkan dia tanpa seijinnya
b. Adanya ijab qabul. Ijab
artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya
menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu
kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima.
Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali
atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak
perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya
dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu
lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan
dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl
bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi SAW. untuk
menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu
ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki
berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika
engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa
sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada
padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist Sahl di atas menerangkan
bahwa Rasulullah SAW. telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl
dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.
c. Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak
menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan
batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan
kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai
mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam
memintanya. Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah SAW: "Sebaik-baik
mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih,
lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
Adanya Wali Dari Abu Musa RA.
Nabi SAW. bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud
no.1836). Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian
wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada
barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu
atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah
kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.
Wali merupakan salah satu rukun
nikah dan berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam yang lima
kecuali Nasa’i).
Apabila seorang wanita
menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara
hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan
wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling
maslahat bagi dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an tentang
masalah pernikahan, ditujukan kepada para wali:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu” (QS. An-Nuur: 32)
“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka” (QS. Al-Baqoroh: 232)
dan ayat-ayat yang lainnya.
Adanya saksi dalam akad nikah,
sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir: “Tidak sah suatu
pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil (baik
agamanya, pent).” (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih,
lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557). Maka
tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil.
Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang difahami oleh para sahabat Nabi dan
para Tabi’in, dan para ulama setelah mereka. Mereka berkata: “Tidak sah
menikah tanpa ada saksi”. Dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini
diantara mereka. Kecuali dari kalangan ahlu ilmi Muta’akhirin
(belakangan)”.
d. KHABAR
Adanya Saksi-Saksi Rasulullah
SAW bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua
orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah,
shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul SAW, sebelum aqad nikah disunahkan khuthbah lebih
dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.
· Sigat Akad Nikah yaitu ucapan
calon suami atau wakilnya pada saat akad nikah. Menyebutkan lafadz akad
secara jelas (ta’yin), masing-masing kedua mempelai dan tidak cukup
hanya mengatakan: “Saya nikahkan kamu dengan anak saya” apabila
mempunyai lebih dari satu anak perempuan. Atau dengan mengatakan: “ Saya
nikahkan anak perempuan saya dengan anak laki-laki anda” padahal ada
lebih dari satu anak laki-lakinya. Ta’yin ias dilakukan dengan menunjuk
langsung kepada calon mempelai, atau menyebutkan namanya, atau sifatnya
yang dengan sifat itu ias dibedakan dengan yang lainnya.
· Wali bagi wanita adalah:
bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya, kemudian ayah dari
bapak terus ke atas, anaknya yang laki-laki, cucu laki-laki dari anak
lakilakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, saudara
laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung dengan
bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya, kemudian
anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya
seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia
seorang budak, pent), kemudian baru hakim sebagai walinya.
· akad nikah harus dihadiri dua orang saksi atau lebih dari laki-laki yang adil dari kaum muslimin.
· Mahar adalah pemberian sesuatu
dari calon suami kepada calon istri pada saat akad nikah. Hukum Mahar
adalah wajib. Perintah membanyar mahar terdapat dalam QS An-Nisa’ /4 ;4
& 25 dan Hadits. Mahar ada dua macam, yaitu mahar musammam artinya
mahar yang kepastian jumlahnya disepakati oleh kedua belah pihak, yang
kedua mahar misl artinya mahar yang jumlah, bentuk & jenisnya
ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku pada daerahnya.
C. Persiapan Pelaksanaan Pernikahan
1. Meminang atau Khitbah
Khitbah artinya pinangan yaitu
melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan untuk mengikat
perjodohan, dari seorang laki-laki kepada perempuan calon isterinya atau
sebaliknya dengan perantaraan seorang yang dipercaya..
Firman Allah:
Artinya: Dan tak ada dosa bagi
kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik atau harus
menyembunyikan keinginan mengwini mereka dalam hatimu…(QS.Al
Baqarah:235)
a. Hukum Melihat Perempuan yang Akan Dinikahi
Hukum melihat adalah dibolehkan,
sepanjang tidak melanggar ketentuan syarak. Kebolehan melihat perempuan
sebatas telapak tangan atau wajah. Melihat perempuan haram hukumnya
apabila dimaksudkan untuk berbuat yang negative terhadap perempuan.
Dalam Qs An –Nuur /24:30 Allah berfirman;
Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Dalam hal meminang (melihat
perempuan) adalah dibolehkan, baik oleh dirinya sendiri maupun
mewakilkan kepada orang lain. Kebolehan itu untuk menghindari sesuatu
yang cacat di antara keduanya yang berakibat putusnya pernikahan setelah
peminangan. Rasulullah bersabda:
اِذَا
خَطَبَ اَحَدُكُمُ الْمْرْأَةَ فَاِنِ اسْتَطَاعَ اَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا
اِلَى مَا يَدْعُوْهُ اِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ. رواه احمد وابو
داوود.
“Apabila seorang diantara kalian
mengkhitbah (meminang) seorang wanita, maka jika dia bisa melihat apa
yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
Dalam hadits lain:
“Lihatlah dia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan diantara kalian berdua” (HR. At-Tirmidzi, 1087)
Hadits tersebut menunjukkan
bolehnya melihat apa yang lazimnya nampak pada wanita yang dipinang
tanpa sepengetahuannya dan tanpa berkhalwat (berduaan) dengannya. Para
ulama berkata:
“Dibolehkan bagi orang yang
hendak meminang seorang wanita yang kemungkinan besar pinangannya
diterima, untuk melihat apa yang lazimnya nampak dengan tidak berkholwat
(berduaan) jika aman dari fitnah”.
Dalam hadits Jabir, dia berkata:
“Aku (berkeinginan) melamar
seorang gadis lalu aku bersembunyi untuk melihatnya sehingga aku bisa
melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku
menikahinya” (HR. Abu Dawud, no. 2082).
Hadits ini menunjukkan bahwa
Jabir tidak berduaan dengan wanita tersebut dan si wanita tidak
mengetahui kalau dia dilihat oleh Jabir. Dan tidaklah terlihat dari
wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini
rukhsoh (keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar
pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk melihatnya, bisa mengutus
wanita yang dipercaya untuk melihat wanita yang dipinang kemudian
menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.
Berdasarkan apa yang
diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Ummu Sulaim
untuk melihat seorang wanita (HR. Ahmad).
Barangsiapa yang diminta untuk
menjelaskan kondisi peminang atau yang dipinang, wajib baginya untuk
menyebutkan apa yang ada padanya dari kekurangan atau hal lainnya, dan
itu bukan termasuk ghibah.
Dan diharamkan meminang dengan
ungkapan yang jelas (tashrih) kepada wanita yang sedang dalam masa
‘iddah (masa tunggu, yang tidak bisa diruju’ oleh suami atau ditinggal
mati suaminya). Seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi Anda”.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita wanita itu dengan sindiran” (QS. 2: 235)
Dan dibolehkan sindiran dalam
meminang wanita yang sedang dalam masa ‘iddah. Misalnya dengan ungkapan:
“Sungguh aku sangat tertarik dengan wanita yang seperti anda” atau
“Dirimu selalu ada dalam jiwaku”.
Ayat tersebut menunjukkan
haramnya tashrih, seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi anda” karena
tashrih tidak ada kemungkinan lain kecuali nikah. Maka tidak boleh
memberi harapan penuh sebelum habis masa ‘iddahnya.
Diharamkan meminang wanita
pinangan saudara muslim lainnya. Barangsiapa yang meminang seorang
wanita dan diterima pinangannya, maka diharamkan bagi orang lain untuk
meminang wanita tersebut sampai dia diijinkan atau telah ditinggalkan.
Berdasarkan sabda Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang laki-laki meminang
wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia menikah atau telah
meninggalkannya” (HR. Bukhari dan Nasa’i).
Dalam riwayat Muslim: “Tidak
halal seorang mukmin meminang wanita yang telah dipinang saudaranya
hingga dia meninggalkannya”. Dalam hadits Ibnu Umar: “Janganlah kalian
meminang wanita yang telah dipinang saudaranya” (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam riwayat Bukhari: “Janganlah seorang laki-laki meminang di atas
pinangan laki-laki lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau
dengan seijinnya”.
Hadits-hadits tersebut
menunjukkan atas haramnya pinangan seorang muslim di atas pinangan
saudaranya, karena hal itu menyakiti peminang yang pertama dan
menyebabkan permusuhan diantara manusia dan melanggar hak-hak mereka.
Jika peminang pertama sudah ditolak atau peminang kedua diijinkan atau
dia sudah meninggalkan wanita tersebut, maka boleh bagi peminang kedua
untuk meminang wanita tersebut. Sesuai dengan sabda Nabi sallallahu
‘alaihi wa sallam: “Hingga dia diijinkan atau telah ditinggalkan”. Dan
ini termasuk kehormatan seorang muslim dan haram untuk merusak
kehormatannya.
Sebagian orang tidak peduli
dengan hal ini, dia maju untuk meminang seorang wanita padahal dia
mengetahui sudah ada yang mendahului meminangnya dan telah diterima oleh
wanita tersebut. Kemudian dia melanggar hak saudaranya dan merusak
pinangan saudaranya yang telah diterima.
2. Hal ini adalah perbuatan yang
sangat diharamkan dan pantas bagi orang yang maju untuk mengkhitbah
wanita yang telah didahului oleh saudaranya ini untuk tidak diterima dan
dihukumi haram, juga mendapat dosa yang sangat besar. Maka wajib bagi
seorang muslim untuk memperhatikan masalah ini dan menjaga hak
saudaranya sesama muslim. Sesungguhnya sangat besar hak seorang muslim
atas saudara muslim lainnya. Janganlah meminang wanita yang sudah
dipinang saudaranya dan jangan membeli barang yang dalam tawaran
saudaranya dan jangan menyakiti saudaranya dengan segala bentuk hal yang
menyakitkan.
3. Cara mengajukan pinangan
a. Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya dinyatakan secara terang-terangan.
b. Pinangan kepada janda yang
masih ada dalm masa iddah thalaq bain atau di tinggal mati suami, tidak
boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya
boleh dilakukan secara sendirian saja. Seperti dalam Firman Allah SWT
dalam QS. Al Baqarah ayat 235 tersebut diatas.
4. Perempuan yang boleh dipinang
Perempuan-perempuan yang boleh dipinang dari tiga.
a. Perempuan yang bukan isteri
orang, bukan dalam masa iddah, bukan pula dalam pinangan orang lain,
boleh dipinang dengan sendirian atau terus terang , sebagaimana sabda
nabi SAW:
Artinya: Janganlah salah satu
seorang diantara kamu meminang atas pinangan saudaranya , kecuali
pinangan sebelumnya meninggalkan pinangan itu atau memberikan izin
kepadanya (HR.Bukhari dan Muslim)
b. Perempuan yang tidak boleh di
pinang, baik secara sindira ataupun terus terang, yaitu perempuan dalam
status isteri orang lain atau masih dalam iddah raj’i.
c. Perempuan yang bukan dalam iddah Raj’i boleh dipinang yaitu:
1) Perempuan dalam iddah yang wafat boleh dipinang dengan sindiran tetapi tidak dengan terus terang
2) Perempuan beriddah thalq tiga (Bain Kubra) dan :
3) Perempuan yang beriddah karena thalaq bain sughra atau karena sebab fasakh.
5. Melihat calon istri atau suami
Ada beberapa pendapat tentang batas kebolehan melihat seorang pereempuan yang akan dipinang sebagai berikut:
a. Pendapat Jumhur ulama, yaitu
boleh melihat wajah dan ke dua telapak tangan , karena dengan demikian
akan dapat diketahui kehalusan tubuh dan kecantikannya.
b. Abu Dawud berpendapat boleh melihat seluruh tubuh .
c. Imam Abu Hanifah membolehkan
melihat dua telapak kaki,muka dan telapak tangan. Mughiroh bin Syu’ban
telah meminang seorang perempuan, kemudian Rasulullah bertanya
kepadanya, apakah engkau telah melihatnya? Mughirah berkata “Belum”
Rasulullah bersabda:
Artinya : Amat-amatilah
perempuan itu, karena hal itu lebih akan lebih membawa kepada kedamaian
dan kemesraan kamu berdua (H.R. Thurmudzi).
6. Mahrom atau perempuan yang haram dinikahi
Mahram adalah orang , baik
laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapun sebab-sebab yang
menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seorang
laki-laki dapat dibagi menjadi dua.
a. Sebab haram dinikahi dinikahi untuk selamanya dapat dibagi menjadi empat
1) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nashab
a) Ibu
b) Nenek secara mutlak dan semua jalur ke atasnya
c) Anak perempuan dan anak perempuannya beserta semua jalur ke bawah
d) Anak perempuan dari anak laki-laki dan perempuannya beserta semua jalur ke bawah.
e)
Saudara perempuan secara mutlak , anak-anak perempuan dan anak
perempuannya anak laki-laki dan saudara perempuan tersebut beserta jalur
ke bawah.
f) Ammah (bibi dari jalur ayah) secara mutlak beserta jalur ke atasnya.
g) Khalal (bibi dari jalur ayah) secara mutlak beserta jalur keatasnya.
h) Anak perempuannya saudara laki-laki secara mutlak.
i) Anak perempuannya anak laki-laki, anak perempuannya anak perempuan beserta jalur kebawahnya. Sebagaimana Firman Alloh;
Artinya: diharamkan atas kalian
(menikahi) ibi-ibu kalian,anak-anak perempuan kalian, saudara-saudara
perempuan kalian, saudara-saudara perempuan bapak kalian, (bibi jalur
ayah) , saudara-saudara perempuan ibu kalian (bibi dari jalur ibu)
anak-anak perempuannya saudara-saudara laki-laki kalian , anak
perempuannya saudara perempuan kalian (QS.An Nisa:23)
2) Wanita-wanita yang haram dinikahi sebab pertalian nikah, mereka adalah sebagai berikut:
a) Isteri ayah dan isteri kakek beserta jalur keatasnya , karena Allah SWT berfirman:
Artinya : Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi ayah-ayah kalian.(QS. An Nisa:22)
b) Ibu asteri (ibu mertua) dan nenek ibu isteri.
c) Anak perempuan isteri (anak
perempuan tiri) , jika seseorang telah menggauli ibunya , anak
perempuannya istei (cucu perempuan dari anak perempuan tiri), anak
perempuannya anak laki-laki isteri (cucu perempuan dari anak laki-laki
tiri), karena Allah SWT berfirman:
Artinya : (diharamkan atas
kalian menikahi) ibu-ibu isteri kalian (ibu mertua) , anak-anak
perempuan istri kalian yang ada dalam peliharaan kalian gauli, tetapi
jika kalian belum campur dengan isteri kalian itu (dan sudah kamu
ceraikan ) maka tidak berdosa kalian mengawininya (QS. An Nisa’:23)
3) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena susuan
a) Ibu-ibu yang diharamkan
b) Anak-anak perempuan
c) Saudara-saudara perempuan
d) Para amah (para bibi dai jalur ayah)
e) Para khalah (para bibi dari jalur ibu)
f) Anak perempuannya saudara perempuan
g) Anak perempuannya dari saudara laki-laki
4) Wanita yang telah dili’an.
Suami haram menikahi wanita yang telah dili’anya untuk selama-lamanya, karena Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Suami istri yang telah
melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi
selama-lamanya (HR. Abbu Daud)
b. Sebab haram dinikah sementara
1) Pertalian nikah
Perempuan yang masih ada dalam
ikatan perkawinan , haram dinikah dengan laki-laki lain , termasuk
perempuan yang masih ada dalam masa iddah baik iddah talaq maupun iddah
wafat. Allah SWT berfirman:
Artinya: janganlah kamu bertekad
untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuan dalam iddah wafat
sebelum iddahnya habis (QS.A Baqarah: 235)
2) Thalaq bain kubra (perceraian sudah tiga kali)
Thalaq bain kubro adalah tiga.
Seorang laki-laki yang mencerai isteri dengan thalq tiga , haram baginya
untuk menikah dengan mantan isterinya itu selama mantan isteri itu
belum kawin dengan laki-laki lain. Jelasnya ia boleh menikah dengan
mantan isterinya dengan syarat mantan isteri itu:
a) Telah manikah dengan laki-laki lain (suami baru)
b) Telah nyata-nyata dicampuri oleh suami baru,
c) Telah dicerai suami baru secar wajar (bukan dengan di paksa, disogok, atau tahu sama tahu)
d) Telah habis masa iddah thalaq dari suami baru.
Sebagaimana firman Allah QS Al Baqarah :230
3) Memadu dua orang perempuan bersaudara
Seorang laki-laki yang mempunyai
pertalian nikah dengan perempuan (termasuk dalam masa iddah thalaq
raj’i) haram baginya menikah dengan:
a) Saudara perempuan isterinya , baik kandung seayah maupun seibu
b) Saudara perempuan ibu isterinya (bibi isteri) baik kandung seayah maupun kandung seibu dengan ibu isterinya,
c) Saudara pere,puan bapak istrinya (bibi isterinya ) baik kandung seayah maupun kandung seibu dengan bapak isterinya
d) Anak perempuan saudara perempuan isterinya (kemenakan istrinya) baik kandung seayah maupau kandung seibu
e) Anak perempuan saudar laki-laki isterinya baik kandung seayah maupau kandunga seibu
f) Semua perempuan yang bertalian susuan dengan isterinya. Allah SWT berfirman:
Artinya : diharamkn bagimu
memadu dua orang perempuan yang bersaudara , kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau. (QS. An Nisa : 23)
4) Berpoligami lebih dari empat orang
Laki-laki yang beristeri lebih
dari empat orang , haram menikah yang kelima . seorang laki-laki boleh
memperisteri perempuan maksimal empat
5) Perbedaan agama
Mahram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam.
a) Perempuan musyrik haram dinikahi laki-laki muslim
b) Perempuan muslimah haram
dinikahi laki-laki non muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama
selain islam. Sebagaimana Firman Allah dalam surah Al Baqarah: 221.
7. Prinsip Kafaah dalam pernikahan
a. Pengertian
Kafaah atau kufu artinya
kesamaan , kecocokan dan kesetaran . Dalam kontek pernikahan berarti
adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon isteri
dalam segi (keturunan), status social (jabatan,pangkat) agama (akhlak),
dan harta kekayaan.
b. Hukum kafaah
Kafaah adalah hak perempuan dari
walinya . beberapa pendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan
dalam kafaah, yaitu sebagai berikut:
a) Sebagian ulam mengutamakan
bahwa kafaah itu diukur dengan nasab (keturunan) , kemerdekaan ,
ketaatan , agama, pangkat pekerjaan, dan kekayaan.
b) Pendapat lain mengatakan
bahwa kafaah itu diukur dengan ketaatan menjalankan agama. Laki-laki
yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu dengan perempuan yang
akhlaknya mulia.
c. Kufu ditinjau dari segi
agama. Sebagaimana firman Allah QS. Al Baqarah :221 . Dari ayat tersebut
dijelaskan orang yang sekufu dinilai dari seseorang itu sama-sama
beriman. Orang yang musyriq tidak sekufu dengan orang yang beriman.
d. Kufu ditinjau dari segi iffah
artinya terpelihara dari segala yang haram dalam pergaulan. Maka bukan
dianggap sepadan bagi orang yang dari keturunan yang baik-baik , menikah
dari orang yang keturunan pezina, walaupaun masih seagama.
Allah SWT berfirman:
Artinya: Laki-laki yang berzina
tidak boleh menikahi dengan siapapun, kecuali dengan wanita yang berzina
atau wanita musyrik, dan wanita yang berzina siapapun tidak boleh
menikahinya, kecuali laki-laki yang berzina atau musyrik. Dan demikian
yang diharamkan atas orang-orang yang berima. (QS. An Nur:3)
8. Syarat dan rukun nikah
a. Pengertian
Rukun nikah adalah unsur pokok
yang hrus dipenuhi untuk menjadikan suatu sahnya pernikahan, suatu
sistem kehidupan special yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan
umat manusia di jagad raya ini.
Syarat dan rukun nikah ada 3, yaitu:
1. Adanya 2 calon pengantin yang
terbebas dari penghalang-penghalang dari sahnya nikah, misalnya: wanita
tersebut bukan termasuk orang yang diharamkan untuk dinikahi (mahram)
baik karena senasab, sepersusuan atau karena sedang dalam masa ‘iddah,
atau sebab lain. Juga tidak boleh jika calon mempelai laki-lakinya kafir
sedangkan mempelai wanita seorang muslimah. Dan sebab sebab lain dari
penghalang-penghalang syar’i.
2. Adanya ijab yaitu lafadz yang
diucapkan oleh wali atau yang menggantikannya dengan mengatakan kepada
calon mempelai pria: “Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.
3. Adanya qobul yaitu lafadz
yang diucapkan oleh calon mempelai pria atau orang yang telah diberi
ijin untuk mewakilinya dengan mengucapkan: “Saya terima nikahnya”.
Syaikhul islam Ibnu Taymiah dan muridnya, Ibnul Qoyyim, menguatkan
pendapat bahwa nikah itu sah dengan segala lafadz yang menunjukkan arti
nikah, tidak terbatas hanya dengan lafadz Ankahtuka atau Jawwaztuka.
Orang yang membatasi lafadz
nikah dengan Ankahtuka atau Jawwaztuka karena dua lafadz ini terdapat
dalam Al Qur’an. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Maka tatkala Zaid telah
mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan
kamu dengan dia” (QS. Al-Ahzab: 37)
Dan firman-Nya yang lain:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu” (QS. An-Nisa’:22)
Akan tetapi kejadian yang
disebutkan dalam ayat tersebut tidak berarti pembatasan dengan lafadz
tersebut (tazwij atau nikah). Wallahu a’lam. Dan akad nikah bagi orang
yang bisu bisa dengan tulisan atau isyarat yang dapat difahami. Apabila
terjadi ijab dan qobul, maka sah-lah akad nikah tersebut walaupun
diucapkan dengan senda gurau tanpa bermaksud menikah (Jika terpenuhi
syarat dan tidak ada penghalang sah-nya akad, pent). Karena Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada 3 hal yang apabila
dilakukan dengan main-main maka jadinya sungguhan dan jika dilakukan
dengan sungguh sungguh maka jadinya pun sungguhan. Yaitu: talak, nikah
dan ruju’” (HR. Tirmidzi, no. 1184).
Syarat dan rukun nikah tersebut diatas adalah;
1. Calon suami, syaratnya adalah sebagai berikut
a. Beragama islam
b. Jelas bahwa ia laki-laki
c. Atas keinginan dan pilihannya sendiri(tidak paksaan)
d. Tidak beristeri empat (termasuk isteri yang telah dicerai tetapi dalam masa iddah /waktu tunggu)
e. Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon istri. Tidak mempunyai isteri yang haram baginya
f. Tidak sedang berjikhram haji atau umrah.
2. Calon isteri, syaratnya adalah sebagai berikut
a) Beragama islam
b) Jelas bahwa ia seorang perempuan
c) Telah mendapat izin dari walinya
d) Tidak bersuami dan tidak dalam masa iddah
e) Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami
f) Belum pernah dili’an (dituduh zina) oleh calon suaminya
g) Jika ia perempuan janda, harus atas kemauan sendira, bukan terpaksa
h) Jelas ada orangnya
i) Tidak sedang ihram haji atau umrah.
3. Wali syaratnya adalah sebagai berikut
a) Laki-laki
b) Beragama islam
c) Sudah baligh(dewasa)
d) Berakal
e) Merdeka(tidak budak)
f) Adil
g) Tidak sedang melaksanakan ihram.
4. Dua orang saksi, syaratnya adalah sebagai berikut
a) Dua orang laki-laki
b) Beragama islam
c) Dewasa /baligh, berakal, merdeka, dan adil
d) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah
e) Hadir dalam ijab qabul
5. Ijab dan qobul, syaratnya adalah sebagai berikut
a) Menggunakan kata yang bermakna menikah
b) Lafaz ijab qabul diucapkan oleh pelaku akad nikah
c) Antara ijab dan qabul tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain
d) Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan suatu apapun
e) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
D.Wali dan Saksi
Wali dan saksi dalam pernikahan
merupakan dua hal yang sangat menentukan sah atau tidaknya pernikahan.
Yang keduanya harus memenuhi syarat-syarat ketentuan. Rasulullah SAW
bersabda:
ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﺔ
ﺭ.ﺽ ﻘﺎﻟﺖ:ﻗﺎﻝﺭﺴﻮﻝَﷲ ﺻﻟﻢ. ﺃَﻴُّﻢَﺍﻤْﺭَﺃَﺓٍ ﻨَﮏَﺤَﺖْ ﺒِﻐَﻴْﺭِ ﺇِﺬْﻦٍ
ﻮَﻠِﻴَّﻬَﺎﻔَﻧِﮑَﺤُﻬَﺎﺒَﺎﻄِﻞٌ، ﻔَﺎِﻦْ ﺪَﺨَﻞَ ﺒِﻬَﺎ ﻔَﻠَﻬَﺎﺍْﻠﻤَﻬْﺮَ ﺒِﻤَﺎ
ﺍﺴْﺘَﺤَﻞَّ ﻤِﻦْ ﻔَﺮْﺠِﻬَﺎ ﻔَﺎِﻦِﺍﺸْﺗَﺠَﺮُﻮْﺍ ﻔﺎﻠﺴﻠﻄﺎﻦﻮﻠﻲﻤﻦﻻﻮﻠﻲﺑﮭﺎ
Artinya:
Dari aisyah ra. Ia berkata :
“Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tidak
seijin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah
disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran
ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran
antara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak
mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)
1. Wali Nikah
a. Pengertian Wali
Seluruh madzab sepakat bahwa
wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan akad nikah
dengan pengantin laki-laki sesuai dengan pilihan perempuan itu
b. Kedudukan Wali
Sabda Rasulullah SAW:
ﻻَﺗُﺰَﻮََّّﺝُﺍﻠْﻤَﺭْﺃَﺓُ ﺍﻠْﻤَﺭْﺃَﺓَ ﻮَﻻَ ﺗُﺰَﻮَّﺝِﺍﻠْﻤَﺭْﺃَﺓُ ﻨَﻔْﺴَﻬَﺎ. ﺭﻮﺍﻩﺍﺒﻥﻤﺎﺠﺔ ﻮﺍﻟﺪﺭﻗﻂﻰ
Artinya:
Janganlah seorang perempuan
menikahkan perempuan lain, dan jangan pula ia menikahkan dirinya sendiri
(HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)
Rasulullah bersabda:
ﻻَﻨِﮑَﺎﺡَﺇِﻻَّﺒِﻮَﺍﻟِﻲٍّ ﻤُﺭْﺸِﺪٍ
Artinya: Tidaklah sah pernikahan kecuali dengan wali yang dewasa.
c. Syarat-syarat Wali
1) Merdeka (mempunyai kekuasaan)
2) Berakal
3) Baligh
4) Islam
Kebolehan bapak dan kakek
menikahkan anak perempuannya tanpa minta izin terlebih dahulu padanya
adalah dengan syarat-syarat sebagai berikut
1) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis tersebut
2) Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami itu mampu membayar mas kawin
4) Calon suami tidak cacat yang membahayakan pergaulan dengan dia seperti orang buta
d. Macam Tingkatan Wali
Wali nikah terbagi menjadi dua
macam, yaitu wali nashab dan wali hakim. Wali nashab adalah wali dari
pihak kerabat dan wali nikah hakim adalah pejabat yang diberi hak oleh
penguasa untuk menjadi wali nikah dalam keadaan tertentu pula.
Di bawah ini dikemukakan tingkatan dari yang terkuat hak mewakilinya sampai yang terlemah.
1) Ayah
2) Kakek dari pihak bapak terus ke atas, atau orang yang mendapat kepercayaan ayah
3) Saudara laki-laki kandung
4) Saudara laki-laki sebapak
5) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
7) Paman (saudara bapak) sekandung
8) Paman (saudara bapak) sebapak
9) Anak laki-laki atau paman kandung
10) Anak laki-laki dari paman laki-laki
11) Hakim
e. Wali mujbir
Wali mujbir adalah wali yang
berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dari
gadis untuk dinikahkan, dengan tiada meminta izin terlebih dahulu kepada
anak perempuan tersebut. Hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali
mujbir.
f. Wali Hakim
Wali hakim ialah pejabat yang
beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaannya di Indonesia
dilakukan oleh Kepala Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain
menjadi hakim (biasanya yang diangkat Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim.
Sabda Rasulullah:
ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﺔ
ﺭَضِيَ اللهُ عنهاَ ﻘﺎﻟﺖ:ﻗﺎﻝ ﺭﺴﻮﻝُﷲِ ﺻﻟﻢ.
ﺃَﻴﻢﺍﻤﺭﺃﺓﻨﮏﺤﺖﺒﻐﻴﺭﺇﺬﻦﻮﻠﻴﻬﺎﻔﻧﮑﺤﻬﺎﺒﺎﻄﻞ,
ﻔﺎﻦﺪﺨﻞﺒﻬﺎﻔﻠﻬﺎﺍﻠﻤﻬﺮﺒﻤﺎﺍﺴﺘﺤﻞﻤﻦﻔﺮﺠﻬﺎﻔﺎﻦﺍﺸﺗﺠﺮﻮﺍﻔﺎﻠﺴﻠﻄﺎﻦﻮﻠﻲﻤﻦﻻﻮﻠﻲﺑﮭﺎ
Artinya:
Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tiada
seizin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah
disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran
ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran
diantara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak
mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)
Sebab-sebab perempuan berwali hakim
1) Tidak ada wali nashab
2) Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat dan wali yang lebih jauh tidak ada
3) Wali yang lebih dekat ghaib sejauh perjalanan safar yang memperbolehkan mengqasar salat
4) Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram/ibadah haji
5) Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai
g. Wali Adhal
Wali adhal ialah yang tidak mau
menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya
itu tidak disetujui adanya pernikahan adanya pernikahan anaknya atau
cucunya dengan calon suami karena tidak sesuai dengan kehendak walinya,
padahal wanita yang hendak menikah itu barakal sehat dan calon suami
juga dalam keadaan sekufu. Apabila terjadi hal seperti tersebut diatas,
maka perwalian itu pindah langsung pada wali hakim, sebab adhal itu
dzalim sedang yang dapat menghalalkan kedzaliman adalah hakim.
ﻔﺎﻦﺍﺸﺘﺠﺭﻮﺍﻔﺎﻟﺻﻟﻄﻄﺎﻦﻮﻟﻲﻤﻦﻻﻮﻟﻲﻟﻬﺎ(ﺭﻮﺍﻩﺃﺑﻮﺪﺍﻮﺪﻮﺍﻟﺘﺭﻤﺬﻯﻮﺍﺐﻤﺎﺠﺔ)
Artinya:
Kalau (wali-wali itu) enggan
(menikahkan) maka hakim wali perempuan yang tidak mempunyai wali” (HR.
Abu Daud, Turnmudzi, dan Ibnu Hiban)
2. Saksi Nikah
a. Kedudukan Saksi
Kedudukan saksi dalam pernikahan, yaitu seperti berikut.
1) Untuk lebih menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan orang lain terhadap pergaulan mereka
2) Untuk menguatkan janji mereka berdua begitu pula terhadap keturunannya.
Seperti haknya wali, saksi juga salah satu rukun dalam pernikahan. Tidak sah suatu pernikahan yang dilaksanakan tanpa saksi
b. Jumlah dan Syarat Saksi
Saksi dalam pernikahan
disyaratkan dua orang laki-laki. Selanjutnya ada dua pendapat tentang
saksi laki-laki dan perempuan. Jika pernikahan disaksikan oleh seorang
laki-laki dan dua orang perempuan, maka nikahnya tidak sah. Pendapat
lain mengatakan sah saja.
Berdasarkan firman Allah SWT:
ﻮﺍﺴﺘﺸﻬﺪﻮﺍﺸﻬﻴﺪﻴﻦﻤﻦﺮﺠﺎﻠﮎﻢﻔﺈﻦﻠﻢﻴﮏﻮﻧﺎﺮﺠﻠﻴﻦﻔﺮﺠﻞﻮﺍﻤﺮﺃﺗﺎﻦﻤﻤﻦﺗﺮﺿﻮﻦ
Artinya:
…Angkatlah dua orang saksi
laki-laki di antara kamu jika tidak ada angkatlah satu orang laki-laki
dan dua orang perempuan yang kamu setujui…(QS. Al Baqarah:282)
c. Syarat-syarat saksi dalam pernikahan
1) Laki-laki
2) Beragama islam
3) Baligh
4) Mendengar dan memahami perkataan dua orang yang melakukan akad
5) Bisa berbicara
6) Adil
Sabda Rasulullah:
ﻻﻧﮑﺎﺡﺍﻻﺑﻮﺍﻠﻲﻮﺷﺎﻫﺪﻯﻋﺪﻞ
Artinya:
Sahnya suatu pernikahan hanya dengan wali dan dua orang saksi yang adil(HR. Ahmad)
3. Ijab Qabul
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerah kepada pihak pengantin laki-laki.
Qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Adapun syarat-syarat ijab qabul:
a. Orang yang berakal dan sudah tamyiz
b. Ijab qabul diucapakan dalam satu majlis
c. Tidak ada pertentangan antara keduanya
d. Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya melakukan akad
e. Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau yang seperti dengan kata-kata itu
f. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu, misalnya setahun, sebulan, dan sebagainya.
4. Khotbah Nikah
Disunnahkan ketika hendak akad
nikah, memulai dengan khutbah sebelumnya yang disebut khutbah Ibnu
Mas’ud (khutbatul hajjah) yang disampaikan oleh calon mempelai pria atau
orang lain diantara para hadirin. Khotbah nikah adalah pidato yag
dibacakan sebelum akad nikah dilangsungkan. Pada dasarnya isi dan
redaksi khotbah nikah tidak berbeda dengan khotbah lainnya, yaitu
dimulai dengan bacaan tahmid, kemudian syahadat, shalawat atas nabi,
membaca ayat-ayat Al-Quran, kemudian nasihat untuk pengantin, dan
diakhiri dengan doa. Bedanya terletak pada isi nasihat ditekankan pada
bekal pengantin terutama mengingatkan hak dan kewajiban suami isteri
yang mesra, intim, serasi, sakinah, rukun, damai, saling asah, saling
asih, dan saling asuh untuk selamanya. Sebagaimana contoh lafadznya
sebagai berikut :
ان
الحمد لله، نستعينه، ونسبغفيره، ونبوب اليه، ونعوذ بالله من شرور انفسنا،
وسيأت اعمالنا، من يهده الله، فلا مضلّ له، وَمَايُضْلِلْ، فَلاَ هَادِيَ
لَهْ، واشهد ان لااله الا الله واشهد ان محمد عبده ورسوله.
“Sesungguhnya segala puji bagi
Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal
usaha kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada
yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah,
maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak
yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. (HR. Imam
yang lima dan Tirmidzi menghasankan hadits ini).
Setelah itu membaca tiga ayat Al-Qur’an berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali
‘Imran: 102).
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS.
An Nisaa’: 1)
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar,
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka
Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
5. Mahar
a. Pengertian dan hukum mahar
Mahar atau mas kawin adalah
pemberian wajib dari suami kepada isteri sebab pernikahan. Bila berupa
uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al-Quran.
Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki-laki yang menikah dengan seorang perempuan karena Allah SWT:
ﻮَﺀَﺍﺗُﻮﺍﺍﻠﻨِّﺴَﺎﺀَﺼَﺪُﻗَﺗِﻬِﻦَّﻨِﺤْﻠَﺔً
Artinya:
Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian hibah / tanda cinta (QS. An Nisa:4)
b. Ukuran Mahar
Pemberian mahar adalah kewajiban
seorang suami kepada calon isteri sebagai symbol penghargaan kepada
seorang perempuan. Karena simbul ukurannya dapat materi dan non materi.
Nabi menganjurkan kesederhanaan dalam menentukan mahar.
Rasulullah bersabda:
ﺗَﺰَﻮَّﺝْ ﻮَﻠَﻮْﺒِﺧَﺎﺗِﻢِ ﻤِﻦْ حَدِﻴْﺪٍ(ﺭﻭﺍﻩﺍﺤﻤﺪﻭﺍﺒﺔﺪﻭﺪ)
Artinya:
Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Macam-macam mahar
Jenis macam mahar ada dua:
1) Mahar Musamma, yaitu mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad nikah berlangsung
2) Mahar Mitsil, yaitu mahar
yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang pernah
diterima oleh keluarga terdekat dengan melihat status social, umur,
kecantikan, gadis atau janda
Cara Membayar Mahar
Pembayaran mahar dapat
dilaksanakan secara kontan dan dihutang. Apabila kontan maka dapat
dibayarkan sebelum dan sesudah nikah. Apabila pembayaran dihutang maka:
1) Wajib dibayar seluruhnya
apabila sudah dicampuri atau salah satu dari keduanya meninggal, dan
wajib dibayar separoh apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan
suami telah mencerai isteri sebelum dicampuri. Apabila mahar tidak
disebut dalam akad nikah (mitsil) maka suami hanya wajib memberikan
mut’ah. Sebagaimana firman Allah:
2) ﻭﺇﻦﻂﻟﻘﻨﻤﻭﻫﻦﻤﻦﻗﺒﻝﺃﻥﺘﻤﺴﻭﻫﻥﻮﻗﺪﻔﺮﺿﺘﻢ
Artinya:
Jika kalian menceraikan
isteri-isteri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka, padahal
kalian sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang
kalian sudah tentukan (QS. Al Baqarah:237)
6. Walimah dan Hikmahnya
Pengertian Walimah
Walimah berasal dari kata walm
yang artinya ikatan atau pertemuan. Walimah ‘Urs atau pesta pernikahan
adalah pesta yang diselenggarakan setelah akad nikah dengan
menghidangkan jamuan kepada para undangan, sebagai pernyataan rasa
syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT.
Hukum Menyelenggarakan Walimah ‘Urs
Jumhur ulama berpandapat bahwa mengadakan walimah ‘urs hukumnya sunah muakad, berdasrkan sabda Rasulullah:
ﻘﺎﻞﺮﺴﻭﺍﷲﻠﻌﺑﺪﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺒﻦﻋﻭﻑﺍﻭﻠﻢﻭﻠﻭﺑﺷﺎﺓ(ﻤﺗﻔﻖﻋﻠﻴﻪ)
Artinya:
Rasulullah SAW Bersabda kepada bin auf: “Adakanlah pesta walaupun hanya memotong seekor kambing (HR. Mutafaqun ‘Alaihi)
Hukum Menghadiri Walimah
Hukum menghadiri walimah adalah wajib, sebagaimana sabda Rasululah:
ﻗﺎﻞﺍﺬﺍﺩﻋﻰﺍﺤﺩﮐﻢﺍﻠﻰﻭﻠﻴﻤﺔﻔﻠﻴﺄﺗﻬﺎ(ﻤﺗﻔﻖﻋﻠﻴﻪ)
Artinya:
Rasululah SAW bersabda: jika
salah seorang di antaramu di undang untuk menghadiri suatu pesta,
hendaklah ia menghadirinya (Mutafaqun ‘Alaihi)
Hikmah Walimah
Adapun hikmah diadakan walimah ‘urs
1) Menyiarkan pernikahan karena sunah hukumnya dan berusaha menghindari nikah siri (rahasia)
2) Mengungkapkan rasa gembira dalam menikmati kebaikan
3) Agar pernikahan diketahui oleh orang banyak
4) Memberikan rangsangan segera menikah kepada orang yang suka membujang.
E. Macam-Macam Pernikahan Terlarang
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah nikah yang
dilakukan oleh seorang dengan tujuan semata-mata untuk melampiaskan hawa
nafsu dan bersenang-senang untuk sementara waktu.
2. Nikah Syighar (kawin tukar)
Nikah syighar ialah wali bagi
seorang perempuan menikahkan yang ia walikan kepada laki-laki lain tanpa
mas kawin, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan memberikan
imbalan, yaitu mau mengawinkan wanita dibawah perwaliannya,
ﻋﻦﺍﺑﻦﻋﻤﺮﺮﺿﻲﺍﷲﻋﻨﻪﺍﻦﺍﻠﻨﺒﻲﺼﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻰﻪﻮﺴﻠﻡﻨﻬﻰﻋﻨﻰﺍﻠﺸﻐﺎﺮﻔﻰﺍﻠﻌﻘﺪﻭﺍﺍﻠﺸﻐﺮﺃﻦﻴﺰﻭﺝ ﺍﻠﺮﺠﻞﺍﺒﻨﺗﻪﻋﻠﻰﺍﻦﻴﺰﻭﺠﻪﺍﺒﻨﺗﻪﻭﻠﻴﺱﺒﻴﻨﻬﻤﺎﺼﺪﺍﻖ(ﺭﻭﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯﻭﻤﺴﻠﻢ)
Artinya:
Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi
SAW melarang syighar dalam akad penikahan. Syighar ialah mengawinkan
seseorang dengan anak perempuannya akan tetapi dalam pertunangan kedua
mumpelai tidak disertai mas kawin (HR. Bukhori muslim).
3. Nikah Muhallil
Nikah muhallil ialah nikah yang
dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan perempuan yang
dinikahinya bagi bekas suaminya yang telah menthalaq tiga untuk kawin
lagi
4. Nikah Beda Agama
ﻭﻻﺘﻧﮑﺤﻭﺍﺍﻠﺸﺭﮐﺖﺤﺘﻰﻴﺆﻣﻦ ﻭﻻﻣﺔﻣﺆﻣﻧﺔﺨﻴﺭﻣﻦﻣﺸﺮﮐﺔﻭﻠﺃﻋﺠﺒﺗﮐﻢ
Artinya:
Jangan nikah perempuan-perempuan
musyrik (kafir) sehingga mereka beriman, sesungguhnya hamba sahaya yang
beriman lebih baik dari perempuan musyrik, meskipun ia menarik hatimu
(karena kecantikannya) janganlah kamu nikahkan perempuan muslimah dengan
laki-laki musyrik sehingga ia beriman (QS. Al Baqarah: 221)
ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﺔﺭﺭﺽﻘﺎﻟﺖ:ﻗﺎﻝﺭﺴﻮﻝﷲﺻﻟﻢ. ﺃﻴﻢﺍﻤﺭﺃﺓﻨﮏﺤﺖﺒﻐﻴﺭﺇﺬﻦﻮﻠﻴﻬﺎﻔﻧﮑﺤﻬﺎﺒﺎﻄﻞ, ﻔﺎﻦﺪﺨﻞﺒﻬﺎﻔﻠﻬﺎﺍﻠﻤﻬﺮﺒﻤﺎﺍﺴﺘﺤﻞﻤﻦﻔﺮﺠﻬﺎﻔﺎﻦﺍﺸﺗﺠﺮﻮﺍﻔﺎﻠﺴﻠﻄﺎﻦﻮﻠﻲﻤﻦﻻﻮﻠﻲﺑﮭﺎ
Artinya:
Dari ‘Aisyah ra. Ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda, siapapun perempuan yang menikah dengan tiada
seizin walinya maka batallah pernikahannya, dan jika ia telah
disetubuhi, maka bagi perempuan itu berhak menerima mas kawin lantaran
ia telah menghalalkannya kemaluannya, dan jika terdapat pertengkaran
diantara wali-wali, maka sultanlah yang menjadi wali bagi yang tidak
mempunyai wali (HR. Imam yang empat kecuali Nasa’i)
E. Hak dan Kewajiban Suami Isteri
1. Kewajiban Berasama Suami Isteri
a. Mewujudkan pergaulan yang serasi, rukun, damai, dan saling pengertian
b. Menyayangi anak-anaknya
c. Memelihara, menjaga, mengajar, dan mendidik anak
2. Kewajiban Suami
a. Kewajiban member nafkah.
b. Kewajiban bergaul dengan isteri secara baik (QS an-Nisa: 19)
c. Kewajiban memimin kelarga (QS an-Nisa :34)
d. Kewajiban mendidik keluarga (QS At-Tahrim: 6)
3. Kewajiban Isteri
a. Kewajiban menaati suami
b. Kewajiban menjaga kehormatan (QS An-Nisa: 34)
c. Kewajiban mengatur rumah tangga
d. Kewajiban mendidik anak (QS Al-Baqarah: 228)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar